Assalamualaikum...
Saya masiswa yang mungkin ingin sedikit menceritakan tentang
keadaan tukang bersih-bersih (maaf sedikit kasar), bahasa halusnya atau
kerennya Customer Service yang ada di sekitaran kampus madani ku. Mungkin sedikit pilu membaca kisahnya karna terlihat
jelas ketika dia (salahsatu Cs) menceritakan bagaimana dia berangkat dari orang
yang tidak berada dan harus menjadi penutup beban ekonomi di keluarganya.
Ibu ani
merupakan seorang tukang bersih di fakultas Teknik di uin suska. Sudah 4 tahun
dia bekerja menjadi tukang bersih di kampus. Cukup lama menurut ku untuk
seorang ibu rumah tangga yang bekerja sebagai CS di suatu lembaga. Bukan
apa-apa, biasanya ibu seumuran ibu Ani memilih menjadi pembantu di rumah-rumah.
Alasan gaji yang di anggapnya cukuplah yang membuatnya tetap bertahan. Walaupun
ada saja yang mengganggu aliran rezki seorang Ibu Ani misalkan penunggakan gaji
atau gaji telat.
Ibu Ani bukan lah orang berada. Katanya gaji
yang di terimanya sedikit cukup hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Suaminya hanya berkerja serabutan sebagai tukang buruh bangunan. Tidak ada uang
yang pasti yang di dapat suaminya. Untuk itulah Ibu ini bekerja. Empat orang
anak menjadi tanggungan oleh ibu Ani dan suaminya. Dua orang anakanya yang masih duduk di bangku
sekolah dasar, dan dua lagi sudah menginjak bangku SMP. Pusing kata Ibu Ani
ketika saya menannyakan prihal anaknya. “Untuk makan aja kadang mikir, apalagi
untuk biaya sekolah anak-anak” Celotehnya.
Hati saya agak merasa tersayat mendengan cerita
Ibu Ani ketika itu. Bagaimana peluh hanya untuk bisa keluarganya bahagia.
Permasalahan-permasalahan yang di alami Ibu Ani seharusnya menjadikan kita
bersemangat dalam menjalani hidup. sedikit bijak dari saya, kehidupan dengan perbuatan yang sia-sia
haruslah kita ganti dengan kegiatan yang lain. Jangan besar-besar, mulailah
dengan membahagiakan keluarga dan orang sekitar. Juga menghargai jerih payah
orang tua yang memikul beban hanya untuk membahagiakan anaknya.