Selasa, 31 Oktober 2017

Menggores Hati

Assalamualaikum...

Saya masiswa yang mungkin ingin sedikit menceritakan tentang keadaan tukang bersih-bersih (maaf sedikit kasar), bahasa halusnya atau kerennya Customer Service yang ada di sekitaran kampus madani ku. Mungkin  sedikit pilu membaca kisahnya karna terlihat jelas ketika dia (salahsatu Cs) menceritakan bagaimana dia berangkat dari orang yang tidak berada dan harus menjadi penutup beban ekonomi di keluarganya.

Namanya ibu Ani tidak tau kenapa saat selesai berbincang dengannya dia tidak ingin namanya di pakai ketika di tulis. Dengan alasan takut yang tidak-tidak, walaupun saya sudah memberi penjelasan  hanya menulis kisah hidupnya dan menjamin keamanannya. Tetapi disini saya tetap akan tulis namanya tetapi tidak nama lengkapnya.

Ibu ani merupakan seorang tukang bersih di fakultas Teknik di uin suska. Sudah 4 tahun dia bekerja menjadi tukang bersih di kampus. Cukup lama menurut ku untuk seorang ibu rumah tangga yang bekerja sebagai CS di suatu lembaga. Bukan apa-apa, biasanya ibu seumuran ibu Ani memilih menjadi pembantu di rumah-rumah. Alasan gaji yang di anggapnya cukuplah yang membuatnya tetap bertahan. Walaupun ada saja yang mengganggu aliran rezki seorang Ibu Ani misalkan penunggakan gaji atau gaji telat.

Ibu Ani bukan lah orang berada. Katanya gaji yang di terimanya sedikit cukup hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Suaminya hanya berkerja serabutan sebagai tukang buruh bangunan. Tidak ada uang yang pasti yang di dapat suaminya. Untuk itulah Ibu ini bekerja. Empat orang anak menjadi tanggungan oleh ibu Ani dan suaminya.  Dua orang anakanya yang masih duduk di bangku sekolah dasar, dan dua lagi sudah menginjak bangku SMP. Pusing kata Ibu Ani ketika saya menannyakan prihal anaknya. “Untuk makan aja kadang mikir, apalagi untuk biaya sekolah anak-anak” Celotehnya.

Bukan hanya soal itu saja yang menjadi beban pikiran ibu Ani. Kedua orang tuanya yang sudah lama tidak berjumpa dengannya pun juga menjadi beban pikiran yang di alaminya. Sudah lebih hamper setahun dia tidak bertemu orang tuanya. Tidak ada biaya yang cukuplah yang membuat hal tersebut terjadi. Orang tua yang berada di pulau sebrang membuat susah untuk bersua. Hanya selama setahun belakangan ini hanya berkomunikasi lewat telfon, dan itu sadah menjadi syukur buatnya.

Semua hal yang terjadi di masa sulit pernah di alami, katanya. Apalagi tahun kemaren ada berbagai masalah yang di alaminya ketika pihak kampus tidak jelas kapan akan memberikan gaji kepada tukang bersih. Padahal saat itu masalahnya berdekatan di bulan suci Ramadhan. Tidak adanya uang tersebut membuat ibu empat orang anak tersebut menjadi sedih. “pas itu mau pulang ke kampung, tapi belum ada duit kalua berangkat semua. Belum lagi anak-anak yang minta baju baru untuk lebaran” kata Ibu Ani dengan nada yang agak melas.


Hati saya agak merasa tersayat mendengan cerita Ibu Ani ketika itu. Bagaimana peluh hanya untuk bisa keluarganya bahagia. Permasalahan-permasalahan yang di alami Ibu Ani seharusnya menjadikan kita bersemangat dalam menjalani hidup. sedikit bijak dari saya, kehidupan dengan perbuatan yang sia-sia haruslah kita ganti dengan kegiatan yang lain. Jangan besar-besar, mulailah dengan membahagiakan keluarga dan orang sekitar. Juga menghargai jerih payah orang tua yang memikul beban hanya untuk membahagiakan anaknya.

Senin, 02 Oktober 2017

Nulis saja

Assalamualaikum..

Izinkan seorang yang bingung dengan keadaan, menulis apa yang ingin dia tulis.

Dengan akses media social yang amat meluas sekarang, kemudahan informasi dan ke tepatan informasi menjadi hal yang biasa saja. Menjadikan semua orang yang mempunyai akses ke sana bisa terhubung dengan murah dan mudah. Terlebih-lebih menjamurnya smartphone dan robot-robot lainnya yang bisa di dapatkan dengan harga miring. Membuat dari kalangan anak-anak hingga bau tanah bisa menikmatinya. Dimana pengguna paling banyak rata-rata remaja hingga dewasa.

Pemanfaatan media social mulai hal besar hingga kesenangan semata sudah lumrah di dunia ini.
Melihat ke awal muncul nya facebook saja, saya sebagai pengguna mengindahkan fitur-fitur berbagi status yang di hadirkan facebook. Mungkin saya ketinggalan jaman, ada gak media social yang menghadirkan fitur berbagi status sebelum facebook? Beritahu saya.

Entah kenapa awal saya begelut dengan facebook, jari saya seakan tidak ingin lepas dari keyboard ataupun keypad dari handphone. Setiap saya mau tidur, baru bangun, makan, buang hajat, selalu ingin mengupdate status yang ada di wall facebook saya. Sampai sekarang saya masih bingung melihat status-status tidak berfaedah saya yang pernah saya buat dulu.
Oke tinggalkan dulu hal-hal saya yang dahulu.
Sampai sekarang saya masih bermain facebook, alasannya karena sudah bermain lama, jadi susah lepas. Informasi-informasi darisana lebih banyak saya dapatkan ketimbang social media saya lainnya seperti twitter dan instagram.

Oke sekarang saya akan membahas sajak.
Sajak merupakan puisi baru yang bebas dari aturan-aturan. Penjelasan ini menjelaskan bahwa sajak bisa di buat asalkan dengan kata-kata yang indah, untuk penyampaiannya. Menurut saya sajak bisa di buat oleh semua orang, asal mempunyai beberapa kata puitis.

Saya bingung mau nulis apalagi. Haha..
Langsung saja deh.
Apa sih korelasi nya antara social media dan sajak. Sesuai dengan yang saya utarakan tadi, kemudahan berbagi informasi dengan status menjadikan kita khususnya para remaja otw gede, terlalu lebay. Kemudahan berbagi itu menjadikan semua kata indah nan harum yang ada di otak kita, kita utarakan di dalam dinding medsos. Mulai dari curhatan dan beberapa puisi kita buat dan bagikan. Jika otak tak sanggup mengluarkan dan menyusun kata indah tersebut, perilaku instan pun muncul dengan mengcopy paste karya orang (amit-amit).
Pengamatan saya sejauh saya bermain social media khususnya sekarang, hal-hal ini mungkin sudah menjadi tingkah bawaan lahir. Ketika seorang anak manusia yang di kenalkan dengan media social, otomatis aja akan begitu. Entah itu termotivasi dari orang lain atau tidak.

Pemanfaatan media social mungkin bisa kita optimalkan lagi. Bukan saya melarang anda membuat sajak dan membagikannya ke orang-orang. Tatapi lebih ke mengingatkan saja jangan sampai keterlaluan. Banyak orang-orang di sana menjadi sajakers-sajaker yang menurut saya terlalu over, out of mind, sehingga apa yang dia ciptakan secara tidak sadar menjatuhkan dirinya. Jadilah orang cerdas, bersajaklah seperlunya, jika tak tertahan silahkan keluarkan tetapi dengan cara, isi yang cerdas, dan keadaan yang tepat.
Sekian tulisan saya yang acakadut ini.
Sepatah kalimat…
Suka boleh, tapi jangan jadi budak.