Minggu, 26 November 2017

Itu Haram!

Assalamualaikum....

Bukan maksud untuk sesat menyesatkan, kafir mengkafirkan, bid’ah membid’ahkan. Inilah keadaan, situasi, kondisi yang sedang saya alami dan mungkin pembaca juga alami. Diharapkan tulisan ini dapat menjadi pemersatu pendapat yang sepaham dengan saya. Jika ada yang tidak berkenan dengan tulisan saya, sesat mungkin secara pandangan pembaca, silahkan protes. Saya siap mengubah tulisan ini ataupun menghapusnya.

Akhir-akhir ini gejolak masyarakat tentang apapun itu yang sensitive semakin besar. Masalah-masalah sosial mulai dari hal kecil, hingga yang menyangkut khalayak hidup orang banyak  yang menjadi pemicu gejolak tak bertepi tersebut. Berbeda pendapat, pandangan, mazhab, menjadikan wilayah sekitar tempat kita tinggal sekarang terasa amat berbahaya untuk Negara yang menjunjung demokrasi ini.  Ya, zaman telah berubah, entah sekarang menjadi tambah bersahabat atau malah menjadi sangat memprihatinkan buat manusia.

Berangkat dari anehnya pola pikir orang sekarang menjadikan informasi yang belum benar tetek bengek nya beredar luas. Lucunya lagi informasi tersebut di telan mentah-mentah oleh sebagian orang yang entah kebetulan atau tidak ingin melihatnya. Bahkan sampai menyebarluaskan nya kembali hingga mengurang-ngurangi atau menambah-nambahkan keganjilan-keganjilan yang ada pada informasi tersebut dengan pemikirannya, dengan pandangannya, dengan filsafat nya yang kalau di fikir kembali “dapat ilmu darimana sih?”.

Kemaren saya melihat salahsatu postingan warganet yang kebetulan ada yang membagikannya dan muncul di beranda facebook saya. Isinya tentang curhatan seorang,  dimana ada seseorang membawa makanan dalam bentuk donat mahal (donat yang di mall itu) untuk teman-temanya yang ada di ruangan pada saat itu (agak lupa ceritanya). Ketika di suguhkan kepada mereka si seseorang ini mendapat ceramah dari salah seorang temannya bahwa makanan yang di bawa nya itu adalah makanan “haram”  dan menjelaskan bahwa makanan tersebut mengandung bahan-bahan yang haram “minyak babi?” dan juga tidak ada label “halal” nya pada bungkungsnya. Postingan tersebut membuat saya tertawa. Saya tidak tau nasib selanjutnya si seseorang ini. Saya hanya khawatir tentang nasib donat mahal itu, sayang kan kalau dibuang.

Kembali saya tertawa ketika membaca komentar-komentar  yang ada di postingan tersebut. Ya, mungkin ketika gengsi tak sanggup membeli lalu mengharamkan suatu produk, atau gak pandai cara makannya karena takut sakit perut, biasanya makan gorengan yang seribu rupiah, mungkin. Eh tunggu jika donat tersebut tidak ada tanda halal di bungkusnya, bagaimana dengan gorengan yang kita makan?. Indikasi haram nya mungkin jauh lebih haram ketimbang donat mahal di mall tersebut, daging dalam risol atau pastel yang kita pernah makan mungkin saja daging tikus atau anjing yang secara materil harganya jauh di bawah daging ayam apalagi sapi. hmm

Entah darimana asal vonis yang sependek itu. Saya yakin pemikiran-pemikiran cetek yang sederhana itu bukanlah dari dalam dirinya, pasti ada pemicunya, yang menggerakkan seseorang untuk berfikir akan hal seperti itu apalagi menyangkut agama. Saya bukan menyalahkan tokoh-tokoh pendakwah, yang mungkin ada yang menyebarkan dakwahnya hanya melihat kedalah kitab dan sunnah (islam), tetapi tidak melihat dan belajar tentang hal-hal di sekitarnya yang terjadi pada masanya. Kebanyakan seperti itu dan hal tersebut bukannya tidak ada di lingkungan kita. Mudahnya manusia sekarang menerima informasi menjadikannya mudah digiring pola pikirnya. Sukur-sukur ke hal yang benar. Salahsatu buntutnya munculnya paham-paham dan sekte sesat yang menjamur mengintai manusia. Sudah seharusnya Negara ini cerdas, sudah seharusnya kita berfikir secara logika dan tidak termakan dengan dokrin yang membutakan.


Mungkin tulisan ini berantakan, mohon maafkan saya ketika pembaca pusing membacanya.

Selasa, 31 Oktober 2017

Menggores Hati

Assalamualaikum...

Saya masiswa yang mungkin ingin sedikit menceritakan tentang keadaan tukang bersih-bersih (maaf sedikit kasar), bahasa halusnya atau kerennya Customer Service yang ada di sekitaran kampus madani ku. Mungkin  sedikit pilu membaca kisahnya karna terlihat jelas ketika dia (salahsatu Cs) menceritakan bagaimana dia berangkat dari orang yang tidak berada dan harus menjadi penutup beban ekonomi di keluarganya.

Namanya ibu Ani tidak tau kenapa saat selesai berbincang dengannya dia tidak ingin namanya di pakai ketika di tulis. Dengan alasan takut yang tidak-tidak, walaupun saya sudah memberi penjelasan  hanya menulis kisah hidupnya dan menjamin keamanannya. Tetapi disini saya tetap akan tulis namanya tetapi tidak nama lengkapnya.

Ibu ani merupakan seorang tukang bersih di fakultas Teknik di uin suska. Sudah 4 tahun dia bekerja menjadi tukang bersih di kampus. Cukup lama menurut ku untuk seorang ibu rumah tangga yang bekerja sebagai CS di suatu lembaga. Bukan apa-apa, biasanya ibu seumuran ibu Ani memilih menjadi pembantu di rumah-rumah. Alasan gaji yang di anggapnya cukuplah yang membuatnya tetap bertahan. Walaupun ada saja yang mengganggu aliran rezki seorang Ibu Ani misalkan penunggakan gaji atau gaji telat.

Ibu Ani bukan lah orang berada. Katanya gaji yang di terimanya sedikit cukup hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Suaminya hanya berkerja serabutan sebagai tukang buruh bangunan. Tidak ada uang yang pasti yang di dapat suaminya. Untuk itulah Ibu ini bekerja. Empat orang anak menjadi tanggungan oleh ibu Ani dan suaminya.  Dua orang anakanya yang masih duduk di bangku sekolah dasar, dan dua lagi sudah menginjak bangku SMP. Pusing kata Ibu Ani ketika saya menannyakan prihal anaknya. “Untuk makan aja kadang mikir, apalagi untuk biaya sekolah anak-anak” Celotehnya.

Bukan hanya soal itu saja yang menjadi beban pikiran ibu Ani. Kedua orang tuanya yang sudah lama tidak berjumpa dengannya pun juga menjadi beban pikiran yang di alaminya. Sudah lebih hamper setahun dia tidak bertemu orang tuanya. Tidak ada biaya yang cukuplah yang membuat hal tersebut terjadi. Orang tua yang berada di pulau sebrang membuat susah untuk bersua. Hanya selama setahun belakangan ini hanya berkomunikasi lewat telfon, dan itu sadah menjadi syukur buatnya.

Semua hal yang terjadi di masa sulit pernah di alami, katanya. Apalagi tahun kemaren ada berbagai masalah yang di alaminya ketika pihak kampus tidak jelas kapan akan memberikan gaji kepada tukang bersih. Padahal saat itu masalahnya berdekatan di bulan suci Ramadhan. Tidak adanya uang tersebut membuat ibu empat orang anak tersebut menjadi sedih. “pas itu mau pulang ke kampung, tapi belum ada duit kalua berangkat semua. Belum lagi anak-anak yang minta baju baru untuk lebaran” kata Ibu Ani dengan nada yang agak melas.


Hati saya agak merasa tersayat mendengan cerita Ibu Ani ketika itu. Bagaimana peluh hanya untuk bisa keluarganya bahagia. Permasalahan-permasalahan yang di alami Ibu Ani seharusnya menjadikan kita bersemangat dalam menjalani hidup. sedikit bijak dari saya, kehidupan dengan perbuatan yang sia-sia haruslah kita ganti dengan kegiatan yang lain. Jangan besar-besar, mulailah dengan membahagiakan keluarga dan orang sekitar. Juga menghargai jerih payah orang tua yang memikul beban hanya untuk membahagiakan anaknya.

Senin, 02 Oktober 2017

Nulis saja

Assalamualaikum..

Izinkan seorang yang bingung dengan keadaan, menulis apa yang ingin dia tulis.

Dengan akses media social yang amat meluas sekarang, kemudahan informasi dan ke tepatan informasi menjadi hal yang biasa saja. Menjadikan semua orang yang mempunyai akses ke sana bisa terhubung dengan murah dan mudah. Terlebih-lebih menjamurnya smartphone dan robot-robot lainnya yang bisa di dapatkan dengan harga miring. Membuat dari kalangan anak-anak hingga bau tanah bisa menikmatinya. Dimana pengguna paling banyak rata-rata remaja hingga dewasa.

Pemanfaatan media social mulai hal besar hingga kesenangan semata sudah lumrah di dunia ini.
Melihat ke awal muncul nya facebook saja, saya sebagai pengguna mengindahkan fitur-fitur berbagi status yang di hadirkan facebook. Mungkin saya ketinggalan jaman, ada gak media social yang menghadirkan fitur berbagi status sebelum facebook? Beritahu saya.

Entah kenapa awal saya begelut dengan facebook, jari saya seakan tidak ingin lepas dari keyboard ataupun keypad dari handphone. Setiap saya mau tidur, baru bangun, makan, buang hajat, selalu ingin mengupdate status yang ada di wall facebook saya. Sampai sekarang saya masih bingung melihat status-status tidak berfaedah saya yang pernah saya buat dulu.
Oke tinggalkan dulu hal-hal saya yang dahulu.
Sampai sekarang saya masih bermain facebook, alasannya karena sudah bermain lama, jadi susah lepas. Informasi-informasi darisana lebih banyak saya dapatkan ketimbang social media saya lainnya seperti twitter dan instagram.

Oke sekarang saya akan membahas sajak.
Sajak merupakan puisi baru yang bebas dari aturan-aturan. Penjelasan ini menjelaskan bahwa sajak bisa di buat asalkan dengan kata-kata yang indah, untuk penyampaiannya. Menurut saya sajak bisa di buat oleh semua orang, asal mempunyai beberapa kata puitis.

Saya bingung mau nulis apalagi. Haha..
Langsung saja deh.
Apa sih korelasi nya antara social media dan sajak. Sesuai dengan yang saya utarakan tadi, kemudahan berbagi informasi dengan status menjadikan kita khususnya para remaja otw gede, terlalu lebay. Kemudahan berbagi itu menjadikan semua kata indah nan harum yang ada di otak kita, kita utarakan di dalam dinding medsos. Mulai dari curhatan dan beberapa puisi kita buat dan bagikan. Jika otak tak sanggup mengluarkan dan menyusun kata indah tersebut, perilaku instan pun muncul dengan mengcopy paste karya orang (amit-amit).
Pengamatan saya sejauh saya bermain social media khususnya sekarang, hal-hal ini mungkin sudah menjadi tingkah bawaan lahir. Ketika seorang anak manusia yang di kenalkan dengan media social, otomatis aja akan begitu. Entah itu termotivasi dari orang lain atau tidak.

Pemanfaatan media social mungkin bisa kita optimalkan lagi. Bukan saya melarang anda membuat sajak dan membagikannya ke orang-orang. Tatapi lebih ke mengingatkan saja jangan sampai keterlaluan. Banyak orang-orang di sana menjadi sajakers-sajaker yang menurut saya terlalu over, out of mind, sehingga apa yang dia ciptakan secara tidak sadar menjatuhkan dirinya. Jadilah orang cerdas, bersajaklah seperlunya, jika tak tertahan silahkan keluarkan tetapi dengan cara, isi yang cerdas, dan keadaan yang tepat.
Sekian tulisan saya yang acakadut ini.
Sepatah kalimat…
Suka boleh, tapi jangan jadi budak.

Sabtu, 30 September 2017

Sejarah Singkat, Remaja yang Biasa Saja.

Assalamualaikum.
Izinkan mahasiswa jelata yang tak melata ini menulis cerita tentang seseorang yang biasa saja dalam perjalanan hidupnya.

12 Maret 1998, sesosok bayi laki-laki keluar dari rahim ibunya. Nama singkat nya Rizky, lengkapnya Muhammad Rizky Fadhilla, panggilan temannya Ikiw. Lahir di Kota Pekanbaru dengan membawa darah minang dari ibunya, dan jawa dari bapaknya. Berkediaman di Pekanbaru pula. Menjadi anak pertama dari tiga bersaudara. Kata orang-orang sih panutan. Tapi dia bilang tidak pantas menjadi panutan karna beberapa kegagalannya.

Sekarang sudah menjadi mahasiswa di salahsatu perguruan tinggi islam di kota Pekanbaru pula. Mungkin rezeki nya di tempat kelahirannya, atau memang motivasinya hanya sebatas di Pekanbaru. Pernah dia bilang ingin keluar kota untuk kuliah, beberapa tes untuk kuliah ke luar kota tersebut gagal. Nasib? Mungkin.

Kecil nya dia, si Rizky ini lama di asuh dengan Embah nya. Katanya pada saat dia masih kecil. Ibu nya sedang mengejar gelar S2 yang menyebabkan dia di asuh dari awal pagi hingga sore karena bapaknya juga bekerja. Wajah dan prilaku legowo ala jawa terlihat sedikit dari dia. Walau ada sedikit pencampuran minang. Dia sangat dekat sama kedua Embahnya karena alasan tadi itu.

Makanan favorit yang sering dia makan yaitu nasi hangat dengan campuran minyak jelanta sisa penggorengan dan dengan sedikit garam untuk penambah rasa. Kecap dan telor mata sapi, atau tempe balado dengan kecap juga manjadi favoritnya. Kecap menjadi pelengkap makanan yang sering dia gunakan tidak pada makanan yang tepat. Apasaja kalau dia makan pasti ada kecapnya. Entah itu mungkin stigma yang di tanamkan oleh embahnya.

Bukan hal yang damai ketika dia di tinggalkan ketika berumur 1 sampai 3 tahun oleh Ibunya untuk mencari gelar dan ayahnya untuk bekerja. Dia bercerita padaku saat dia kecil dia sering sakit-sakitan.  Pernah dua kali step kejang-kejang karena demam, sakit mata, bisulan.  Dibawa ke dukun urut untuk menyembuhkan penyakit, mandi kembang tujuh rupa, di cekokin jamu dan ramuan tradisonal,  dan ritual-ritual tradisional lainnya untuk mengangkat penyakit.

Beranjak besar dia tumbuh di keluarga terpelajar. Masuk di sd favorit di zaman nya. SD Negri 001 Sail waktu itu, tetapi hanya bertahan 3 tahun sampai akhirnya dia pindah ke SD Negri 025. Alasan kepindahannya karena SD 001 Sail tersebut terlalu jauh dari rumahnya, dan pindah ke sekolah yang lebih dekat dengan rumahnya. Saat sekolah dasar dia menjadi murid yang di pandang baik di sekolahnya. Selalu tidak keluar dalam rangking 10 besar. Namun semenjak mengenal yang namanya game dan internet, pendidikannya sedikit kacau.

Lulus sekolah dasar dengan nilai yang pas-pasan tetapi tetap bisa masuk SMP favorit di zaman nya itu. SMP Negri 2 Pekanbaru menjadi tujuan tempat belajarnya selanjutnya. Alasan dia masuk SMP tersebut karena ada neneknya yang mengajar di sana, agar bisa mengawasi. Padahal bukan hal yang efektif katanya. Padahal ada sekolah menengah pertama yang lebih dekat dengan rumahnya yaitu SMP Negri 3 Pekanbaru. Dia tau alasan orangtuany,a mengapa dia di masukan ke SMP 2. Tak lain dan tak bukan menjauhkannya dari efek kecanduan internet yang sudah mempengaruhinya sejak tamat sekolah dasar. Namun cara tersebut tidak mengubah apapun. Rizky waktu itu malah makin menjadi tingkahnya. Nilai yang anjlok di SMP, beberapa masalah pernah di buatnya. Hingga tamat SMP dengan nilai yang pas-pasan dan tidak lolosnya dia di SMA Negri menambah beban orang tuanya.

Akhirnya sekolah swasta menjadi pilihan berat. Mahalnya biaya sekolah swasta waktu itu membuat dia sedikit menyesal. Akhirnya dia masuk di SMK Muhammadiyah 2 Pekanbaru. Pada saat ini dia memutuskan diri untuk berubah dan tidak ingin membuat otangtuanya kecewa kembali. Aktif di ekskul sekolah, nilai lapor yang lumayan memuaskan menjadi sedikit pengobat hati orangtuanya. Tidak banyak kejadian yang terjadi di masa sekolah akhir katanya. Paling hanya seperti remaja kebanyakan, yang menurutnya mengerti apa itu esensi dari cinta dan mencobanya, padahal hanya cinta monyet saja. Masa-masa lucu.

Lulus dari SMK Muda (singkatan dari Muhammadiyah dua) ingin melanjutkan belajar ke perguruan tinggi. Sebelumnya dia sudah mencoba peruntungan dengan mengikiti SNMPTN tetapi tidak lulus di PTN yang di inginkan. Agak bingung peluang dia ingin belajar di perguruan tinggi semakin kecil. Dia tidak lulus kembali ketika mencoba mengikuti tes STMKG Jakarta yang berlangsung di kota Medan, membuatnya mengecek-ngecek grup lowongan pekerjaan yang ada di social media.


Sudah pasrah ketika tidak tau mau ngapain selanjutnya, tes SBMPTN menjadi jalan terakhirnya jika tidak ingin menyusahkan orang tua kembali. Alhamdulillah dia lulus PTN dari tes SBMPTN tersebut. Lulus di salahsatu perguruan tinggi di kotanya Pekanbaru. UIN Suska Riau jurusan Ilmu komunikasi. Kembali pereda lara orangtua dia dapatkan. Sekarang dia masih menjalankan kuliahnya. Sudah 2 semester dia lewati dan sekarang dia di semester 3 jurusan ilmu komunikasi dan memilih konsentrasi jurnalistik. 


Saat ini masih berlanjut cerita hidupnya yang biasa saja, doa kita untuk dia semoga terus membagiakan orang-orang di sekitarnya, terkhusus orang tua dan keluarganya. 

Amin.